Pengenalan
Nasionalisasi Terusan Suez adalah sebuah keputusan politik yang diambil oleh presiden Mesir Gamal Abdul Nasir pada tanggal 26 Juli 1956. Keputusan ini memicu krisis internasional yang melibatkan Mesir, Israel, Prancis, dan Inggris. Nasionalisasi Terusan Suez juga memiliki dampak yang signifikan bagi Indonesia, sebagai salah satu negara yang mendukung keputusan tersebut.
Latar Belakang
Terusan Suez merupakan sebuah jalur air yang menghubungkan Mediterania dengan Laut Merah. Terusan ini memiliki signifikansi strategis karena memungkinkan kapal-kapal perdagangan menghindari perjalanan melalui Tanjung Harapan yang berbahaya. Terusan Suez juga memberikan akses yang lebih mudah ke Timur Tengah dan Asia Selatan.
Pada tahun 1882, Inggris mengambil kendali atas Terusan Suez dan menjadikannya sebagai bagian dari wilayah jajahan mereka di Mesir. Setelah Mesir meraih kemerdekaannya pada tahun 1922, Inggris tetap mengontrol Terusan Suez dan mengambil sebagian besar keuntungan dari pengoperasiannya.
Keputusan Nasionalisasi
Pada tahun 1956, presiden Mesir Gamal Abdul Nasir mengambil keputusan untuk nasionalisasi Terusan Suez. Keputusan ini diambil sebagai bentuk protes terhadap Inggris dan Prancis yang menarik diri dari kesepakatan untuk membiayai pembangunan Bendungan Aswan di Mesir. Nasir juga ingin menggunakan keuntungan dari pengoperasian Terusan Suez untuk membiayai pembangunan infrastruktur di negaranya.
Keputusan nasionalisasi ini membuat Inggris dan Prancis marah dan mereka mengambil tindakan militer untuk merebut kembali kendali atas Terusan Suez. Israel juga turut bergabung dalam serangan tersebut dengan tujuan untuk mengambil alih wilayah Sinai yang dikuasai Mesir. Krisis ini dikenal sebagai Krisis Suez.
Dukungan dari Indonesia
Indonesia merupakan salah satu negara yang mendukung keputusan nasionalisasi Terusan Suez oleh Mesir. Presiden Indonesia saat itu, Soekarno, mengecam tindakan militer yang dilakukan oleh Inggris, Prancis, dan Israel. Soekarno menganggap tindakan tersebut sebagai upaya kolonialisme dan imperialisme yang harus ditentang.
Indonesia juga memberikan bantuan finansial dan logistik kepada Mesir selama krisis berlangsung. Bantuan tersebut terdiri dari penggalangan dana dari masyarakat Indonesia dan pengiriman kapal-kapal kargo untuk membantu Mesir mengakses sumber daya yang mereka butuhkan.
Dampak Nasionalisasi Terusan Suez bagi Indonesia
Nasionalisasi Terusan Suez memiliki dampak yang signifikan bagi Indonesia. Keputusan tersebut memicu krisis ekonomi global yang berdampak pada harga-harga komoditas, termasuk minyak bumi. Indonesia sebagai negara produsen minyak mengalami penurunan pendapatan dari ekspor minyaknya.
Namun, dukungan Indonesia terhadap nasionalisasi Terusan Suez juga membuat Indonesia menjadi salah satu pemimpin gerakan non-blok, yaitu gerakan yang menolak untuk bergabung dengan blok politik Barat atau Timur selama Perang Dingin. Gerakan non-blok menjadi salah satu pijakan utama dalam politik luar negeri Indonesia dan memperkuat posisinya di tingkat internasional.
Kesimpulan
Nasionalisasi Terusan Suez oleh Gamal Abdul Nasir pada tahun 1956 memiliki dampak yang signifikan bagi Indonesia. Keputusan tersebut memicu krisis ekonomi global dan menempatkan Indonesia dalam posisi yang sulit sebagai negara produsen minyak. Namun, dukungan Indonesia terhadap nasionalisasi Terusan Suez juga memperkuat posisinya sebagai salah satu pemimpin gerakan non-blok, yang menjadi pijakan utama dalam politik luar negeri Indonesia.